Dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa dapat dilakukan melalui peningkatan mutu pendidikan. Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui lembaga UNESCO (United Nations, Educational, Scientific and Cultural Organization) yang bergerak dibidang pendidikan, pengetahuan dan budaya mencanangkan empat pilar pendidikan yakni: (1) learning to Know, (2) learning to do (3) learning to be, dan (4) learning to live together.

Keempat pilar tersebut secara sinergi membentuk dan membangun pola pikir pendidikan di Indonesia. Adapun empat pilar tersebut adalah sebagai berikut:

1learning to know

Pilar pertama ini memeliki arti bahwa para peserta didik dianjurkan untuk mencari dan mendapatkan pengetahuan sebanyak-banyaknya, melalui pengalaman-pengalaman. Hal ini akan dapat memicu munculnya sikap kritis dan semangat belajar peserta didik meningkat. Learning to know selalu mengajarkan tentang arti pentingnya sebuah pengetahuan, karena didalam learning to know terdapat learning how to learn, artinya peserta didik belajar untuk memahami apa yang ada di sekitarnya, karena itu adlah proses belajar. Hal ini sesuai pendapat Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (2004: 128) yaitu belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Sedangkan menurut Purwanto (2004: 44), belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Dari dua pendapat diatas menunjukkan bahwa belajar bukan saja berasal dari bangku sekolahan saja tetapi belajar dapat terjadi melalui interaksi dengan lingkungan. Belajar bukan hanya dinilai dari segi hasilnya saja, melainkan dinilai dari segi proses, bagaimana cara anak tersebut memperoleh pengetahuan, bukan apa yang diperoleh anak tersebut. Learning to know juga mengajarkan tentang live long of education atau yang disebut dengan belajar sepanjang hayat. Arti pendidikan sepanjang hayat (long life education) adalah bahwa pendidikan tidak berhenti hingga individu menjadi dewasa, tetapi tetap berlanjut sepanjang hidupnya (Suprijanto, 2008: 4). Hal ini menegaskan bahwa pendidikan di sekolah merupakan kelanjutan dalam keluarga. Sekolah merupakan lembaga tempat dimana terjadi proses sosialisasi yang kedua setelah keluarga, sehingga mempengaruhi pribadi anak dan perkembangan sosialnya. Sekolah diselenggarakan secara formal. Di sekolah anak akan belajar apa yang ada di dalam kehidupan, dengan kata lain sekolah harus mencerminkan kehidupan sekelilingnya. Oleh karena itu, sekolah tidak boleh dipisahkan dari kehidupan dan kebutuhan masyarakat sesuai dengan perkembangan budayanya.


2learning to do

Pilar kedua menekankan pentingnya interaksi dan bertindak. “di sini para peserta didik diajak untuk ikut serta dalam memecahkan permasalahan yang ada di sekitarnya melalui sebuah tindakan nyata”. Belajar untuk menerapkan ilmu yang didapat, bekerja sama dalam sebuah tim guna untuk memecahkan masalah dalam berbagai situasi dan kondisi. Learning to do berkaitan dengan kemampuan hard skill dan soft skillSoft skill dan hard skill sangat penting dan dibutuhkan dalam dunia pendidikan, karena sesungguhnya pendidikan merupakan bagian terpenting dari proses penyiapan SDM (Sumber Daya Manusia) yang berkualitas, tangguh, dan terampil dan siap untuk mengikuti tuntutan zaman. Peserta didik sebagai hasil dari produk pendidikan memang harus dituntut memiliki kemampuan soft skill dan hard skill.

Hard skill merupakan kemampuan yang harus menuntut fisik, artinya hard skill memfokuskan kepada penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan teknis yang berhubungan dengan kemampuan peserta didik. Penguasaan kemampuan hard skill dapat dilakukan dengan menerapkan apa yang dia dapatkan /apa yang telah dipelajarinya di kehidupan sehari-hari, contohnya anak disekolah belajar tentang arti penting sikap disiplin, maka untuk memahami dan mengerti tentang disiplin itu, anak harus belajar untuk melakukan sikap disiplin, baik dirumah, disekolah atau dimanapun. Dengan begitu anak menjadi tahu dan faham tentang pentingnya sikap disiplin.

Selanjutnya adalah soft skill, artinya keterampilan yang menuntut intelektual. Soft skill merupakan istilah yang mengacu pada ciri-ciri kepribadian, rahmat sosial, kemampuan berbahasa dan pengoptimalan derajat seseorang  Jadi yang dimaksud dengan kemampuan soft skill adalah kepribadian dari masing-masing individu. Soft skill tidak diajarkan tetapi gurulah yang harus mencontohkan, seperti sikap tanggung jawab, disiplin, dan lain sebagainya. Dengan memberikan contoh tersebut, anak akan mencoba untuk menirukan apa yang dilihat. Hal itu merupakan bagian dari menumbuhkan kemampuan soft skill.

3learning to be

Pilar ketiga artinya bahwa pentingnya mendidik dan melatih peserta didik agar menjadi pribadi yang mandiri dan dapat mewujudkan apa yang peserta didik impikan dan cita-citakan.

Penguasaan pengetahuan dan keterampilan (soft skill dan hard skill) merupakan bagian dari proses menjadi diri sendiri (learning to be). Menjadi diri sendiri dapat diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar untuk berperilaku sesuai dengan norma-norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya merupakan proses pencapaian aktualisasi diri.

Learning to be sangat erat kaitannya dengan bakat, minat, perkembangan fisik, kejiwaan anak serta kondisi lingkungannya. Misal : bagi siswa yang agresif, akan menemukan jati dirinya bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Dan sebaliknya bagi siswa yang pasif, peran guru sebagai fasilitator bertugas sebagai penunjuk arah sekaligus menjadi mediator bagi peserta didik. Hal ini sangat diperlukan untuk menumbuh kembangkan potensi diri peserta didik secara utuh dan maksimal. Selain itu, pendidikan juga harus bermuara pada bagaimana peserta didik menjadi lebih manusiawi, menjadi manusia yang berperi kemanusiaan.

4. learning to live together

Pilar terakhir artinya menanamkan kesadaran kepada para peserta didik bahwa mereka adalah bagian dari kelompok masyarakat. jadi, mereka harus mampu hidup bersama. Dengan makin beragamnya etnis di Indonesia, kita perlu menanamkan sikap untuk dapat hidup bersama.

Pada pilar keempat ini, kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima perlu dikembangkan disekolah. Dengan kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik, sebagai hasil dari proses pembelajaran, dapat dijadikan sebagai bekal untuk mampu berperan dalam lingkungan di mana individu tersebut berada, dan sekaligus mampu menempatkan diri sesuai dengan perannya. Pemahaman tentang peran diri dan orang lain dalam kelompok belajar merupakan bekal dalam bersosialisasi di masyarakat (learning to live together). Untuk itu, pembelajaran di lembaga formal dan non formal harus diarahkan pada peningkatan kualitas dan kemampuan intelektual dan profesional serta sikap dalam hal ini adalah kemampuan hard skill dan soft skill. Dengan kemampuan dan sikap manusia Indonesia yang demikian maka pada gilirannya akan menjadikan masyarakat Indonesia masyarakat yang bermartabat di mata masyarakat dunia.