Strategi Pembelajaran orang dewasa (andragogi’s learning strategy) dalam pelatihan perlu disiasati agar terwujudnya pembelajaran yang bermakna (meaningfull learning). Sratategi yang tepat dalam proses belajar akan memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kompetensi peserta pelatihan.
Hakikatnya, Belajar merupakan suatu kebutuhan setiap manusia untuk meningkatkan kualitas dirinya dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara, dan berhubungan dengan Tuhannya. Belajar menjadi hal yang krusial dalam kehidupan karena kehidupan dan peradapan manusia yang semakin berkembang dan maju seiring dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan. Manusia akan tertindas dan terbelakang dari peradaban jika mengabaikan kegiatan pembelajaran yang mesti dilakukan sepanjang hayat (long life education). Bahkan dalam ajaran agama pun diingatkan, bahwa proses belajar dimulai dari dalam kandungan sampai akhir hayat.
Kegiatan pembelajaran terealisai karena adanya suatu proses interaksi antara seseorang dengan orang lain dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Untuk mewujudkan pembelajaran yang bermakna (meaningfull learning) dibutuhkan strategi yang mumpuni dalam mengejawantahkan materi yang dipaparkan oleh pengajar dalam hal ini adalah instruktur/widyaiswara. Ini penting, mengingat yang dihadapi adalah orang dewasa (andragogi) yang sudah memiliki pengalaman sepanjang kehidupan mereka. Pembelajaran orang dewasa adalah suatu pengembangan kompetensi yang sudah mereka miliki. Seperti yang dinyatakan Malcolm Knowles dalam publikasinya yang berjudul "The Adult Learner, A Neglected Species" mengungkapkan teori belajar yang tepat bagi orang dewasa.
Dalam dunia pelatihan, widyaiswara tidak terlepas atas kegiatan pembelajaran yang berhadapan dengan peserta sebagai orang dewasa. Strategi pembelajaran orang dewasa perlu dikuasai agar pelatihan yang dilaksanakan berdampak terhadap kinerja peserta pelatihan, khususnya Aparatur Sipil Negara (ASN).
13 Strategi Penting
Strategi merupakan suatu siasat yang dirancang oleh sesorang dalam mendayagunakan potensi dan sarana yang ada untuk mewujudkan tujuan yang hendak dicapai secara efektif dan efisien. Menurut Eggen & Don Kauchak (2012), strategi merupakan pendekatan umum mengajar yang berlaku dalam berbagai bidang materi dan digunakan untuk memenuhi tujuan pembelajaran.
Dalam dunia pelatihan, strategi pembelajaran merupakan suatu rencana, metode atau serangkaian aktivitas yang direncanakan oleh widyaiswara/instruktur untuk pembelajarn orang dewasa dalam mencapai tujuan pelatihan yang diharapkan. Pembalajaran yang bernas diawali dengan strategi yang mumpuni oleh widyaiswara dalam melakukan pendekatan terhadap orang dewasa.
Orang dewasa memiliki pengalaman hidup dan kemandirian dalam mengatasi permasalahan yang tidak dapat disamakan antara yang satu dengan yang lainnya. Untuk itu, strategi pembelajaran orang dewasa (andragogi’s learning strategy) dalam pelatihan perlu disiasati oleh widyaiswara. Menurut Nata (2005), pendidikan atau usaha pembelajaran bagi orang dewasa memerlukan pendekatan dan strategi khusus, serta memiliki pegangan kuat dalam konsep teori yang didasarkan pada asumsi atau pemahaman orang dewasa sebagai peserta didik (peserta pelatihan).
Pembelajaran bagi orang dewasa merupakan suatu proses yang menumbuhkan keinginan untuk bertanya, dan dapat belajar secara kontiniutas sepanjang hayatnya. Pada sisi lain, belajar bagi orang dewasa adalah terkait dengan bagaimana mereka mampu mengarahkan diri untuk bertanya dan mencari jawaban. Hal ini tentu berbeda dengan pembelajaran pedagogi (pendidikan anak-anak). Menurut Suprijanto (2007), Pendidikan anak-anak berlangsung dalam bentuk identifikasi dan peniruan, sementara pendidikan bagi orang dewasa adalah pengarahan diri sendiri untuk dapat mengatasi masalah.
Adanya konsep tersebut, seorang widyaiswara mestinya dapat mengenal dan mengtahui ciri-ciri belajar orang dewasa sebelum merancang strategi pembelajaran. Menurut Yusri (2013), ada beberapa ciri pembelajaran orang dewasa, di antaranya adalah (1) motivasi belajar berasal dari dirinya sendiri, (2) dapat belajar jika bermanfaat bagi dirinya, (3) akan belajar jika pendapatnya dihormati, (4) adanya saling kepercayaan anatara pembimbing dengan peserta pelatihan, (5) mengharapkan suasan belajar yang menantang dan menyenangkan, (6) belajar dilakukan untuk mengetahui kelebihan dan kekuranggannya, (7) orientasi belajar terpusat pada kehidupan nyata, (8) sumber belajar berada pada diri sendiri, (9) mengutamakan perannya sebagi peserta didik (peserta pelatihan), (10) belajar merupakan proses emosional dan intelektual, (11) belajar merupakan hasil mengalami sesuatu, (12) belajar adalah terjadinya komunikasi timbal balik, dan (13) mempunyai pendapat, kecerdasan, dan cara belajar yang berbeda.
Ciri-ciri di atas memberikan informasi kepada widyaiswara, bahwa orang dewasa dalam proses pebelajaran membutuhkan contoh yang kongrit dan sesuai dengan pengalaman mereka. Widyaiswara harus mampu menghargai perbedaan pendapat yang muncul antara satu peserta dengan peserta lainnya, mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan peserta peatihan, serta tidak memaksakan pendapat untuk diterima. Bagaimanapun, seorang widyaiswara harus mampu menghargai perbedaan karena adanya faktor pengalaman yang berbeda masing-masing individu. Di samping itu, widyaiswara harus mampu memotivasi peserta pelatihan untuk dapat saling berbagi pengalaman dan dapat belajar secara mandiri.
Pada sisi lain, widyaiswara harus mampu memediasikan gaya belajar peserta pelatihan yang heterogen yaitu dengan memberikan panduan aktivitas visual, auditori, dan kinestetik. Menurut Silbermen & Carol Auerbach (2013), peserta pelatihan berkegiatan dengan gaya yang berlainan. Peserta pelatihan visual (penglihatan), lebih menyukai presentasi informasi yang dirangkai dengan seksama dengan penyajian berupa video, slide, dan demonstrasi. Sementara peserta kinestetik ( gerak, mereka membutuhkan kegiatan bersumber pada pengalaman (eksperiensial) seperti bermain peran, game, dan latihan kelompok. Peserta pelatihan auditori (pendengaran) menyukai ceramah, diskusi, dan tanya jawab. Artinya, dengan gaya belajar peserta pelatihan yang berbeda, widyaiswara harus mampu merancang metode dan media yang bervariasi sehingga semua peserta pelatihan ikut terlibat aktif dalam pembelajaran. Di samping itu, pembelajaran berkolaborasi dengan teman sejawat akan membantu memfasilitasikekurangan masing-masing peserta untuk mencapai hasil yang optimal.
Output sebuah pelatihan adalah terjadinya peningkatan kompetensi dan outcame-nya berdampak terhadap kualitas kinerja yang bersangkutan. Silbermen & Carol Auerbach (2013) menyatakan, pelatihan adalah metode untuk meningkatkan kinerja manusia. Pelatihan didasaran atas prinsip pembelajaran aktif, yaitu dapat meningkatkan partisipasi, menghidupkan pembelajaran, memperdalam retensi, dan mendorong penerapan. Kelas pelatihan akan terwujud aktif apabila dipandu oleh suatu gagasan, bahwa bukanlah apa yang saya katakan yang penting, melainkan apa yang Anda bawakan. Kemudian, saya ingin Anda telah benar-benar mempelajari sesuatu, dan bukannya dipaparkan pada segala sesuatu.
Adanya pandangan di atas memberikan gambaran, aktifivitas peserta dalam pelatihan adalah suatu proritas untuk terwujudnya pelatihan yang efektif dan efisien. Widyaiswara atau narasumber dalam pelatihan harus mampu melaksanakan pembelajaran sesuai pola belajar orang dewasa (andragogi), sehingga pelatihan memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kinerja peserta sebagai bentuk output dan outcame pelatihan yang diikuti.
Strategi pembelajaran andragogi dalam pelatihan perlu didesain sedemikian rupa oleh widyaiswara/instruktur untuk mencapai tujuan pelatihan yang efektif dan efisien dalam meningkatkan kualitas kinerja Aparatur Sipil Negara (ASN) secara optimal. Dalam menetukan stategi pembelajaran, widyaiswara perlu mengenal ciri-ciri pembelajaran andargogi sehingga tidak terjebak dalam tatanan pembelajaran pedagogi. Di samping itu, gaya belajar peserta pelatihan dapat diakomodir dengan metode dan media yang sesuia dengan materi pelatihan.Terwujudnya peran aktif peserta pelatihan apabila strategi pembelajaran mampu meningkatkan partisipasi, menghidupkan pembelajaran, memperdalam retensi, dan mendorong penerapan bagi peserta pelatihan.
Sumber : Strategi Pembelajaran Andragogi dalam Pelatihan (kemenag.go.id)