Konsep ini telah diperbarui dengan Metode CROSS CUTTING yang akan digunakan untuk Akreditasi tahun 2020. Namun konsep Double Smart masih bisa digunakan untuk perbaikan manajemen.
Berikut tulisan aslinya :
Ini tulisan Bpk Suyanto (Ketua BAN-S/M Provinsi NTB) di website BANSM. Sepertinya akan menjadi inspirasi kalau nanti (Insha Allah) lulus menjadi Asesor.
Rekomendasi adalah salah satu bagian terpenting dalam siklus pengembangan berkelanjutan suatu lembaga. Untuk itu rekomendasi harus dapat dijadikan landasan bagi penyusunan program kerja selanjutnya. Akan tetapi sering kali rekomendasi terabaikan karena kurang atau tidak menjelaskan prioritas tindakan yang harus diambil. Di samping itu satu rekomendasi selayaknya memberikan suatu kontribusi konstruktif terhadap penyelesaian masalah. Oleh karenanya jika sampai terjadi satu lembaga tidak menindak lanjuti sebuah rekomendasi, bisa jadi karena redaksional rekomendasi itu sendiri sulit untuk dijabarkan dalam penyusunan program/tindakan secara operasional. Ini artinya rekomendasi yang dibuat menjadi tidak efektif.
Berikut ini adalah kriteria rekomendasi yang efektif berdasarkan dua (2) SMART atau DOUBLE SMARTS.
Tahun 1981 George T. Doran pernah mempopulerkan SMART dalam Management by Objectives (MBO) atau yang juga dikenal sebagai Management by Results (MBR). Karakteristik SMART yang kepanjangannya adalah Specific Measurable Assignable Realistic dan Time-bound akan lebih baik lagi jika sudah tampak pada rekomendasi bukan hanya dimulai dari penyusunan rencana program. Demikian halnya pada Rekomendasi Hasil Akreditasi, dengan harapan bahwa penyelenggara pendidikan dalam hal ini sekolah/madrasah sudah memiliki landasan yang cukup konsktruktif dalam menyusun perencanaan yang merupakan respons tindak lanjut terhadap rekomendasi yang diberikan. Berikut adalah jabaran tentang SMART dalam konteks penyelenggaraan sekolah/madrasah:
S1- Specific (khusus): Komponen yang perlu ditingkatkan/diperbaiki. Ini cukup jelas karena berkenaan dengan delapan (8) komponen pada Standar Nasional Pendidikan. Jika menginginkan yang lebih spesifik lagi bisa dicermati sub-komponen pada standar masing-masing. Misalnya pada Standar Isi ada sub-komponen kompetensi, sub-komponen pengembangan perangkat, sub-komponen sistematika dan prosedur serta implementasi. Sub-komponen kompetensi masih bisa dirinci lagi terdiri dari sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan dan keterampilan. Demikian pula pada tujuh (7) komponen lainnya; Standar Proses, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan dan Standar Penilaian.
M1 - Measurable (terukur): kuantitas/penambahan jumlah atau dengan indikator perkembangan lainnya misalnya untuk kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan bisa membandingkan hasil Pre-tes dan Post-tes.
A1- Assignable (dapat ditugaskan): siapa saja yang terlibat dalam kegiatan peningkatan/perbaikan. Ini penting sekali untuk disebutkan dalam rekomendasi karena untuk menindak lanjuti harus jelas siapa yang terlibat di dalam kegiatan peningkatan/perbaikan; kepala sekolah, guru, karyawan, atau komite sekolah, ataukah mereka semua secara bersama-sama.
R1- Realistic (realistis): hasil dapat dicapai secara nyata atau riil. Dalam memberikan rekomendasi perlu mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki oleh sekolah/madrasah. Jangan sampai ada kegiatan yang tidak bisa dibiayai oleh anggaran yang ada di sekolah/madrasah. Demikian pula menyangkut capaian hasil yang terlalu tinggi yang tidak mungkin terpenuhi dengan kemampuan sumber daya manusia (pendidik dan tenaga kependidikan) yang ada di sekolah/madrasah.
T1- Time-bound (jangka waktu): rentang waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kegiatan peningkatan/perbaikan. Batasan dan rentang waktu ini akan mengikat pelaksanaan kegiatan peningkatan/perbaikan, kapan dimulai dan kapan berakhir sehingga akan bisa menetapkan waktu yang tepat untuk evaluasi keberhasilan/ ketercapaian tujuan kegiatan.
SMART KE DUA
SMART berikut ini diadopsi dari Making Effective Recommendation yang ditulis oleh Association for Prevention of Torture (APT), Center for Detention Studies. (2011).
S2- Solution-suggestive (saran memuat cara pemecahan): Bentuk kegiatannya berupa apa, yang diyakini dapat memperbaiki/meningkatkan baik berupa kuantitas maupun kualitas sasaran. Ini juga menuntut pengetahuan serta pengalaman yang cukup dari pembuat rekomendasi. Misalnya pada Standar Kompetensi Lulusan mengenai pembiasaan melalui gerakan literasi sekolah/madrasah, sebagian asesor masih menganggap bahwa literasi hanya berkenaan dengan baca-tulis. Padahal pada Buku Panduan Gerakan Literasi Nasional yang diterbitkan Kemendikbud tahun 2017 disebutkan ada enam (6) literasi dasar yaitu literasi baca-tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi budaya dan kewargaan.
M2- Mindful of prioritation and sequencing (mempertimbangkan prioritas dan tata urutan): Perbaikan/peningkatan mungkin meliputi beberapa sub-komponen. Seorang pembuat rekomendasi/asesor dituntut cermat memilih prioritas kegiatan yang lebih dahulu dilaksanakan atau satu kegiatan yang dapat memberikan dampak ganda; satu kegiatan bisa menyelesaikan sejumlah masalah. Misalnya pada standar proses, guru memiliki kelemahan dalam penerapan penilaian otentik dalam proses pembelajaran, bisa juga dikaitkan dengan sejumlah sub-komponen pada standar penilaian; bentuk-bentuk penilaian hasil belajar, penilaian kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai karakteristik kompetensi dasar (KD) serta cara melaksanakan penilaian sesuai dengan rencana yang dibuat.
A2- Argued (beralasan): Berdasarkan hasil penilaian akreditasi, pada komponen/sub-komponen mana yang nilainya paling rendah atau memerlukan perhatian khusus dibandingkan dengan komponen/sub-komponen yang lain. Kendati demikian, ada yang perlu kita segarkan pemahaman tentang “Standar Nasional Pendidikan”. Terminologi STANDAR memiliki makna KRITERIA MINIMAL yang harus dicapai (UU No. 20 th 2003 tentang Sisdiknas, PP. No. 13 Th. 2015, Perubahan ke2 PP 19 Th 2005 tentang SNP). Oleh karenanya capaian skor 100 pada Penilaian Akreditasi TIDAK berarti bahwa sekolah/madrasah yang bersangkutan sudah SEMPURNA melainkan masih bisa direkomendasikan untuk menjadi lebih baik tentunya yang dijadikan acuan bukan SNP lagi. Ini sangat bergantung pada pengetahuan serta pengalaman pemberi rekomendasi (asesor). Di awal tahun 2000an, saat MBS menjadi agenda Kemendikbud, kita mengenal apa yang disebut BENCH MARK.( teknik pengetesan dengan menggunakan suatu nilai standar), sebelum adanya SNP. Saat ini, untuk sekolah/madrasah yang telah mencapai nilai maksimal (100) pada SNP bisa menggunakan rujukan Sekolah/Madrasah yang memiliki keunggulan tertentu, atau juga salah satu satuan pendidikan di negara anggota OECD sehingga akan tergambar dengan jelas wujud nyata seperti apa yang “DI ATAS STANDAR”(SNP).
R2- Root-cause responsive (merespons akar permasalahan): Hasil penilaian akreditasi yang tampak pada instrumen adalah kondisi nyata yang bisa divalidasi oleh asesor. Akan tetapi kondisi terebut belum tentu merupakan akar permasalahan. Sebagai contoh, persentase guru yang membuat perencanaan pembelajaran hanya sedikit, atau jika ada hanya hasil copy-paste. Akar permasalahan kemungkinan adalah pemahaman guru tentang pentingnya sebuah perencanaan untuk kegiatan apa pun jika ingin menghasilkan yang terbaik. Di samping itu, kepiawaian guru dalam menjabarkan setiap kompetensi dasar dalam sebuah perencanaan juga merupakan persoalan tersendiri, mulai dari memilih bahan ajar, menentukan pendekatan/metode mengajar, menyusun langkah-langkah kegiatan, sampai dengan menetapkan keberhasilan pencapaian peserta didik (penilaian).
T2- Targeted (memiliki target): Harus dinyatakan dengan jelas apa yang ingin dicapai dan seberapa banyak. Misalnya jika pada Standar Proses terdapat rombongan belajar yang terlalu gemuk tidak sesuai dengan SNP, diperlukan pemisahan menjadi berapa kelas; contoh dari dua (2) kelas menjadi tiga (3) kelas. Jika sekolah/madrasah kekurangan ruang kelas pada Standar Sarana Prasarana, pada tahun anggaran yang akan datang harus diusulkan penambahan berapa ruang kelas baru (RKB).
Dua (2) kriteria SMART di atas bisa kita jadikan pertimbangan dalam membuat rekomendasi hasil penilaian akreditasi agar menjadi efektif. Tentunya tidak semua kriteria harus terpenuhi dalam setiap rekomendasi, tetapi semakin banyak kriteria yang terpenuhi akan semakin berkualitas/efektif rekomendasi yang diberikan.
Berikut adalah contoh rekomendasi untuk STANDAR ISI:
1. Untuk sekolah/madrasah yang belum mencapai SNP.
Pada Standar Isi (S1), di mana nilai akreditasi baru mencapai C (A2), sekolah/madrasah perlu melakukan pertemuan mingguan (T1) bagi guru (A1) melalui kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) untuk membahas masalah perangkat pembelajaran (S2) dimulai dari pentingnya perencanaan, kriteria Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang baik, langkah-langkah pembelajaran, pemilihan model dan metode/pendekatan pembelajaran, serta pemilihan media dan sumber belajar (M2) sesuai dengan Kompetensi Dasar yang ingin dicapai sehingga setiap guru (T2) akan dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan perencanaan yang dibuatnya dan tidak lagi membuat perencanaan hanya sekadar kelengkapan administrasi (R2). Sesuai kemampuan, sekolah/madrasah dapat menghadirkan nara sumber pakar/dosen dan/atau pengawas (R1) untuk meningkatkan kompetensi pedagogik (M1) para guru yang dapat dinilai dari hasil tes awal di minggu pertama dan tes akhir di minggu terakhir.
2. Untuk sekolah/madrasah yang melampaui SNP.
Untuk tahun pembelajaran yang akan datang (T1)sekolah/madrasah bersama dengan semua pendidik dan tenaga kependidikan (A1) mendesain muatan mata pelajaran/Standar Isi (S1) setara atau lebih tinggi dari muatan pelajaran (M1) yang sama pada sekolah unggul (bench mark) dari provinsi lain atau salah satu negara OECD dan/atau negara maju lainnya(R1) yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan (S2) sehingga proses pembelajaran pada semua mata pelajaran (R2) bisa menjadi teladan/contoh bagi sekolah/madrasah lainnya (A2) dalam pengembangan akhlak mulia, budi pekerti luhur, kepribadian unggul, kepemimpinan, jiwa entrepreneural, jiwa patriot, dan jiwa inovator (M2) yang dapat dibuktikan dengan adanya sekolah lain yang melakukan studi banding di sekolah ini (T2).
Dan ini saya berlatih sendiri menyusun rekomendasi untuk STANDAR KOMPETENSI LULUSAN (SKL) :
1. Untuk sekolah/madrasah yang belum mencapai SNP.
2. Untuk sekolah/madrasah yang melampaui SNP.