Ibu Lilin adalah salah satu guru di SMP favorit yang selalu diincar oleh para orang tua. Sekolah tersebut juga selalu menduduki peringkat I rerata perolehan nilai UN. Murid-murid begitu kompetitif memperoleh nilai ulangan dan prestasi lainnya, dan dalam keseharian proses belajar mengajar, murid terlihat sangat patuh dan tertib. Bahkan, ada yang bergurau bahwa murid di sekolah favorit tersebut tetap antusias belajar meskipun jam kosong.

Keadaan berubah semenjak regulasi PPDB Zonasi digulirkan. Ibu Lilin mulai sering marah-marah di kelas karena karakter dan tingkat kepandaian murid-muridnya yang heterogen. Sering terdengar, meja guru digebrak oleh Ibu Lilin karena kondisi kelas yang susah dikendalikan. Apalagi, jika murid-murid tidak kunjung paham terhadap materi pelajaran yang Ibu Lilin jelaskan. Seringkali, begitu keluar dari kelas, raut muka Ibu Lilin merah padam dan kelelahan. Suatu hari, ada laporan berupa foto dari layar telepon genggam yang menunjukkan tulisan tentang Ibu Lilin menjadi bulan-bulanan murid-murid di grup WhatsApp.

Beberapa murid dipanggil oleh Guru BK. Ibu Lilin juga berada di ruang konseling saat itu, beliau marah besar dan tidak terima penghinaan yang dilontarkan lewat pesan WA murid-muridnya. Bahkan, beliau memboikot, tidak akan mengajar jika murid-murid yang terlibat pembicaraan tersebut tidak dikeluarkan dari sekolah. Kasus tersebut terdengar pula oleh guru-guru sekolah non favorit. “Saya mah sudah biasa menghadapi murid nakal dan bebal.” Kata Bu Siti, yang mengajar di sekolah non favorit.
foto : Ilustrasi

Pertanyaan
Bagaimana Anda melihat kasus Ibu Lilin ini?
Hubungkan dengan segala aspek, apa yang akan Anda lakukan apabila Anda sebagai Kepala Sekolah.

( Contoh Kasus dalam Forum Diskusi tentang Kepemimpinan dalam Pembelajaran, PGP Angkatan 4)


Dan di bawah ini adalah beberapa contoh analisis teman-teman kabupaten Wonogiri terhadap kasus tersebut.


MADHONA WIDYANINGRUM : 

Menurut saya Bu Lilin masih kurang beradaptasi, Di samping itu Ibu Lilin masih mempunyai mindset bahwa semua dilihat dari aspek permasalahan yang ibu Lilin hadapi yaitu terkait dengan murid yang sulit dikendalikan disertai dengan kemampuan daya serap materi rendah. Ibu Lilin belum dapat menerapkan pendekatan berbasis aset.

Jika saya sebagai kepala sekolah maka saya akan melakukan pendekatan dengan Ibu Lilin melalui coaching untuk menggali kemampuan Ibu Lilin dalam mengatasi permasalahan tersebut dan saya akan membentuk komunitas berbasis aset agar Ibu Lilin dapat secara berkolaboratif dapat mengatasi permasalahan. Hal ini saya lakukan dengan memberikan pemahaman tentang pendekatan berbasis aset, serta Pengembangan Komunitas Berbasis Aset dan harapan tidak hanya Ibu Lilin saja yang nanti diharapkan dapat memberdayakan sumberdaya yang dimiliki sekolah tetapi semua guru juga dapat ikut berpartisipasi. Apalagi Ibu Lilin tadinya merupakan guru yang cukup handal dalam mengajar. 


TRISNIWATI GONDO :

Saya melihat dimana dalam kasus 1 Ibu Lilin  bahwa karakter dan tingkat kepandaian murid-muridnya yang heterogen merupakan sesuatu kekurangan yang menyebabkan sulitnya materi dapat tersampaikan kepada peserta didik serta sulitnya peserta didik memahami penjelasan materi dari Ibu Lilin. Selain itu, kondisi kelas yang susah dikendalikan  merupakan masalah yang sangat mengganggu terhadap konduktifitas pembelajaran yang dilakukan.

Akibat dari selalu melihat dari kekurangan menyebabkan munculnya ketidaknyamanan secara emosional dari Ibu Lilin seperti mudah marah dan kelelahan yang memunculkan ketidaksukaan dari murid-muridnya, sebagai kepala sekolah saya akan meminta Ibu Lilin mencari kekuatan atau kelebihan yang dimiliki murid-murid dan mencoba memberdayakan sumber kekuatan yang dimiliki murid sehingga pembelajaran yang diberikan sesuai dengan kebutuhan murid dan Ibu Lilin mampu mengembangkan potensi yang dimiliki oleh murid sehingga dapat berkembang dengan maksimal.

Jika saya jadi kepala sekolah, saya akan meminta bu Lilin untuk melakukan pemetaan sumber daya yang dimiliki di sekolah untuk memaksimalkan kemampuan murid bu Lilin. 


 Febri Sumarianto :

Menurut saya kasus Bu Lilin ini hanya kurangnya adaptasi akibat perubahan dari sekolah favorit dengan sumber murid yang berprestasi dengan sistem zonasi dengan sumber murid yang beragam. Sebagai seorang kepala sekolah dengan tupoksi kepemimpinan, manajerial,dan supervisi, seorang kepala sekolah dapat melakukan identifikasi masalah melalui coaching terhadap Bu Lilin, kemudian membuat regulasi atau kebijakan untuk pemetaan potensi murid dan pengelolaan keberagaman potensi murid, dan sebagai pemimpin pembelajaran dapat melakukan kolaborasi mengajar bersama untuk menjaga sosial emosional Bu Lilin.  


Dyah Retno Purwaningsih :

Saya melihat kasus Ibu Lilin beliau memposisikan diri pada deficit based thinking di mana beliau belum mengubah mindset penghilangan status sekolah favorit dengan sistem zonasi yang ditujukan untuk memberikan layanan pendidikan maksimal karena murid tinggal tidak jauh dari sekolah. Ibu Lilin masih berpatokan pada kemampuan akademik/ kognitif, bukan pada aset dan potensi lain yang bisa dimaksimalkan untuk perkembangan dan peningkatan daya juang murid dalam kehidupan nyata. Dalam memimpin pembelajaran, Ibu Lilin cenderung berfokus pada penguasaan materi, belum tentang bagaimana murid berproses.

Menurut Saya, Pak Pupur seharusnya dapat memahami kepentingan yang lebih besar mengapa beliau diajukan sebagai kandidat Pengawas Sekolah. Kepala Sekolah memandang Pak Pupur sebagai aset / modal bagi Dinas Pendidikan untuk memajukan pendidikan di wilayah tersebut. Apabila saya Kepala Sekolah di tempat tugas Pak Pupur, saya akan mengajak berbincang tentang kesuksesan yang mungkin terjadi apabila Pak Pupur mengajak guru yang lebih banyak di wilayah dinas pendidikan, saya akan membahas prestasi yang telah diraih Pak Pupur akan memberi dampak lebih besar apabila beliau bertugas sebagai Pengawas.


TINUK TRIYANA : 

Kasus seperti ini seringkali terjadi terutama di sekolah-sokolah ex-favorit, dan perubahan emosional yang dialami ibu Lilin tersebut mungkin tidak hanya dialami oleh ibu Lilin saja tapi juga oleh guru-guru yang lain di sekolah tersebut. Hanya saja, cara menghadapi perubahan yang terjadi tersebut berbeda-beda antara guru satu dengan yang lainnya. Menurut saya, dalam kasus ini cara ibu Lilin menghadapi perubahan regulasi adalah dengan Pendekatan berbasis kekurangan/masalah (Deficit-Based Thinking) dimana ibu Lilin memusatkan perhatiannya pada apa yang mengganggu, apa yang kurang, dan apa yang tidak bekerja serta segala sesuatunya akan dilihat dengan cara pandang negatif. Akibatnya ibu Lilin tidak dapat melihat potensi dan peluang yang ada untuk bisa dikembangkan untuk mencapai tujuan.

Jika saya menjadi kepala sekolah atau pimpinan tempat bu Lilin bekerja, maka saya akan mengajak ibu Lilin untuk berdiskusi, berusaha membuka pandangan dan pemahaman bahwa perubahan yang terjadi haruslah kita hadapi dengan cara berpikir positif. Bukan menyalahkan murid ataupun situasi yang terjadi, namun kita coba melihat berbagai potensi yang pada murid maupun mengelola aset yang kita miliki untuk meningkatkan kualitas belajar murid. Saya juga akan melakukan praktik coaching untuk menemukan solusi dari permasalahan yang terjadi. Bersama-sama melakukan identifikasi permasalahan yang terjadi, menggali kemungkinan-kemungkinan solusi yang bisa dilakukan dengan Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA), diantaranya: mendata serta memetakan sumber daya (baik biotik dan abiotik) yang dimiliki sekolah dan lingkungan sekitar untuk dikelola secara efektif dan efisien  dalam upaya meningkatkan kualitas belajar murid. Disisi lain, saya bersama guru Bk dan wali kelas juga akan mengajak murid-murid kelas tersebut untuk berdiskusi, membuka pandangan dan pemahaman bahwa apa yang dilakukan mereka itu tidak benar dan tidak etis. Serta memberikan motivasi dan dukungan pada murid-murid tersebut untuk belajar dan berperilaku yang baik. Setelah itu, saya akan menginisiasi pertemuan antara ibu Lilin dan murid-murid kelas tersebut untuk bertemu, melakukan introspeksi diri dan saling memaafkan sehingga kegiatan belajar mengajar bisa dilajutkan dengan lebih baik.


ANGGI PERMATA SARI :

Melihat kasus Ibu Lilin saya berpendapat bahwa apa yang terjadi pada sikap beliau dalam menangani muridnya yang sulit untuk dikondisikan dan cenderung tidak memahami materi yang disampaikan dan memberikan steatmen tidak akan mengajar jika murid tersebut tidak dikeluarkan dari sekolah itu tidak bijaksana, karena Bu Lilin  semata -mata hanya melihat kekurangan muridnya dan tidak mengoreksi diri penyebab permasalahan atas situasi SDMnya yang berbeda karena sistem zonasi. Selain itu Bu Lilin juga tidak memanfaatkan kekuatan yang dimiliki SDM atau dalam hal ini muridnya agar lebih mengembangkan potensi yang dimiliki. Jadi alangkah bijaksananya jika Bu Lilin lebih fokus pada kekuatan yang dimiliki murid yang sangat aktif tersebut dengan dimanfaatkan ke pembelajaran yang positif yang menampilkan keaktifannya itu. 


LUSI RESTIYANI :

Saya melihat kasus Ibu Lilin ini  berada dalam kondisi yang lebih cenderung memandang kondisi di kelas dari sudut pandang yang berbasis pada kekurangan siswa. Kondisi kelas yang susah dikendalikan merupakan masalah yang sangat mengganggu sehingga pembelajaran tidak kondusif. Akibat dari selalu melihat kekurangan tersebut menyebabkan munculnya ketidaknyamanan secara emosional sehingga bu Lilin mudah marah dan kelelahan yang membuat murid-murid tidak suka.

Jika saya kepala sekolah , saya akan memahamkan kepada Bu Lilin bahwa siswa yang heterogen itu juga sebagai aset sekolah, bukan selalu dipandang sebagai kelemahan. Karena keberagaman adalah aset sekolah, sehingga dengan keberagaman itu kita bisa berkolaborasi dan setiap siswa memiliki potensi dan karakter yang berbeda yang pelu dikembangkan agar lebih berdaya guna.


MARDOMO SUSANTO : 

bu Lilin pada kasus 1 berada dalam kondisi yang lebih cenderung memandang kondisi yang terjadi di kelas dari sudut pandang kekurangan peserta didik. Ibu Lilin melihat bahwa karakter dan tingkat kepandaian murid-muridnya yang heterogen merupakan sesuatu kekurangan yang menyebabkan sulitnya materi dapat tersampaikan kepada peserta didik serta sulitnya peserta didik memahami penjelasan materi dari Ibu Lilin. Hal ini berbeda dengan sebelum diterapkannya zonasi. Kondisi kelas yang susah dikendalikan merupakan sisi lain kekuarangan atau masalah yang sangat mengganggu proses pembelajaran yang dilaksanakan.

Sudut pandang melihat sesuatu dari sisi negatif (mindset negatif) mengakibatkan munculnya ketidaknyamanan secara emosional dari Ibu Lilin (mudah marah dan kelelahan) memunculkan ketidaksukaan dari murid-muridnya terhadap Beliau.

Jika saya sebagai kepala sekolah saya akan meminta Ibu Lilin melakukan pemetaan potensi/kekuatan yang dimiliki murid-murid dan mencoba memberdayakan potensi/kekuatan yang dimiliki murid sehingga pembelajaran yang diberikan sesuai dengan kebutuhan murid (pembelajaran berdiferensiasi).


SUPARMAN :

saya melihat kasus bu lilin ini terjadi karena beliau sedang mengalami masa transisi dari sekolah favorit yang kemungkinan muridnya berkemampuan menengah keatas menjadi sekolah semi favorit dengan kemampuan murid yang heterogen (akibat sistem zonasi). tentu saja kondisi dan suasana pembelajaran jauh berbeda. perbedaan situasi inilah yang membuat bu Lilin berubah drastis karena gagal beradaptasi dengan capat dengan kondisi ini. Jika saya kepala sekolah di sekolah ini, saya akan memastikan bahwa semua guru telah sepenuhnya paham dan maklum atas perubahan situasi ini sehingga semua tenaga pendidik bisa segera beradaptasi agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.